Menjawab beberapa pertanyaan pembaca sekaligus, yang intinya ada yang menanyakan legalitas produk-produk Dinar berbasis teknologi seperti M-Dinar yang belum lama ini kami perkenalkan. Ada dua aspek legalitas yang ingin saya jelaskan; pertama legalitas dari aspek hukum positif negara (Indonesia dan juga negara-negara lain dimana M-Dinar digunakan) dan kedua adalah aspek legalitas dari sisi syariah.
Dari sisi hukum positif negara, harus diakui bahwa kecepatan perkembangan teknologi mendahuli kecepatan perkembangan hukum positif buatan manusia. Sangat bisa jadi memang belum ada hukum yang pas yang mengatur transaksi pembayaran global yang menggunakan system e-payment, paypal, e-gold, e-dinar, Goldmoney dlsb.
Jadi biarlah hukum positif ini dipersiapkn oleh pihak yang terkait pada waktunya di masing-masing Negara. Namun perkembangan aplikasi teknologi pembayaran yang sudah sangat canggih tidak perlu menunggu kesiapan hukumnya – bila ini yang ditunggu, maka negara yang perkembangan system hukumnya lambat akan juga sangat terbelakang dalam aplikasi teknologi-nya.
Berbeda denan system hukum buatan manusia yang selalu terlambat mengantisisipasi perkembangan zaman; hukum Allah sebaliknya – sangat antisipatif dan selalu fit untuk perkembangan teknologi yang secanggih apapun. Inilah makna Islam sebagai agama akhir zaman itu; kembali ke Islam tidak identik dengan kembali ke system yang kuno.
Sebaliknya solusi Islam bisa sangat modern – tanpa harus meninggalkan aturan syariah sedikitpun.
Ambil contoh hadits berikut : Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari 'Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai - dari tangan ke tangan. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai - dari tangan ke tangan."
Ulama-pun yang tidak memiliki latar belakang dunia perniagaan bisa memberi fatwa yang kurang pas karena keliru menafsirkan hadits tersebut diatas. Pangkalnya adalah pengertian 'tunai - dari tangan ke tangan' yang disebut di hadits tersebut diatas.
Bila pengertian dari tangan ke tangan diartikan secara harfiah – fisik tangan ke tangan; bisa Anda bayangkan sebagian besar yang kita makan dan kita beli selama ini bisa jatuh ke Riba. Berikut beberapa contoh-contohnya:
- Gandum yang merupakan salah satu komoditi yang disebut di hadits tersebut diatas, tidak pernah dibeli pedagang Indonesia dari tangan ketangan secara fisik.
- Uang kertas yang di qiyas-kan dengan emas/perak – makanya terkena hukum riba; dalam skala besar sangat jarang berpindah dari tangan ke tangan secara fisik. Perpindahan uang lebih banyak dari account to account.
- Siapapun membeli emas untuk Dinar di Indonesia dalam jumlah besar, tidak mungkin lagi melakukannya dari tangan ke tangan – karena sangat berbahaya (bila membawa uang tunai milyaran Rupiah) – dan Logam Mulia - pun juga tidak mau menerima pembayaran dengan uang tunai fisik dari tangan ke tangan bila lebih dari Rp 50 juta.
- Anda tidak bisa melakukan pembayaran via ATM, M-Banking, Internet Banking dst. Karena tidak secara 'fisik dari tangan ketangan' – padahal yang Anda pertukarkan uang kertas yang diqiyaskan ke emas/perak tersebut diatas.
Dan banyak sekali contoh transaksi yang di jaman sekarang sudah tidak praktis lagi kalau dilakukan secara 'tunai dari tangan ke tangan' kalau dari 'tangan ke tangannya' diartikan harus secara fisik.
Lantas apakah Hadits ini salah atau kuno sehingga tidak bisa diterapkan ?. Tidak juga, Haditsnya tetap shahih dan benar dan valid sampai akhir zaman.
Atau apakah kita tidak bisa menggunakan teknologi tinggi bila ingin mempraktekkan hadits tersebut dijaman ini ?. Tidak juga, segala teknologi yang memudahkan tentu bisa kita pakai – tanpa harus kita tinggalkan Hadits tersebut diatas.
Yang kita butuhkan hanya ulama yang mengerti benar realita dunia usaha sehingga dapat memberikan solusi yang tetap syar'i namun aplicable sesuai zamannya. Dengan ulama yang paham inilah umat akan bisa maju dan berlomba dalam teknologi beserta praktek bisnis modern – bersaing dengan umat agama lain yang hidup se-zaman dengannya.
Untuk ini kita bisa belajar dari Imam Abu Hanifah (699 M- 767 M), beliau adalah seorang Tabi'in yaitu generasi setelah Sahabat Nabi SAW. Beliau pernah bertemu dengan salah satu sahabat Nabi SAW yaitu antara lain Anas bin Malik. Beliau juga seorang pedagang sehingga paham betul praktek-praktek perdagangan sekligus paham syariatnya.
Dalam mengartikan 'penyerahan barang secara tunai dari tangan ke tangan' misalnya, beliau memberikan tafsir yang sangat aplicable – bahkan untuk era cyber seperti sekarang ini sekalipun.
Imam Abu Hanifah menafsirkan bahwa barang sudah berarti diterima oleh pembeli (di tangan pembeli) dari penjual bila penjual " memberikan akses penuh kepada pembeli disertai ijin sehingga pembeli dapat memanfaatkan barang yang dibelinya tersebut".
Penafsiran Imam Abu Hanifah inipun kemudian diperluas aplikasinya oleh ulama kontemporer yang karyanya menjadi rujukan prakstisi bisnis syariah di seluruih dunia yaitu Dr. Wahbah Al-Zuhayli. Dalam mengartikan jual beli 'tunai dari tangan ketangan' dalam satu majlis bay' (satu pertemuan/sesi perdagangan), Al – Zuhayli menyatakan bahwa majlis bay' tidak berarti harus satu rauangan/tempat fisik dimana penjual dan pembeli bertemu secara fisik. Mereka (penjual dan pembeli) bisa saja terpisah secara fisik – asal keduanya bisa saling berkomunikasi – maka mereka masih dapat dikatakan dalam satu majlis bay'.
Dengan penafsiran oleh ulama-ulama yang sangat paham dunia usaha sekaligus sangat paham syariah inilah, Islam bisa dapat benar-benar menjadi solusi tanpa ribet, tanpa kehilangan kesyariaahan-nya. Situasi berikut menjadi sepenuhnya sesuai syariah dengan penafsiran yang tepat guna tersebut :
- Jual beli gandum dalam gudang yang sangat besar sekalipun, dapat cukup dilakukan serah terimanya dengan penyerahan akses terhadap pemanfaatan gandum tersebut ke pembeli. Akses ini bisa berupa kunci gudang, bisa user id dan password untuk pemindahan barang dlsb.
- Perpindahan uang dari account to account, dari satu mata uang ke mata uang lainnya lewat transfer M-banking, Internet banking menjadi punya dasar yang syar'i.
- Perpindahan account M-Dinar dari GeraiDinar ke Account pelanggan M-Dinar juga memiliki dasar yang sama. Begitu pelanggan M-Dinar menerima user id dan password atau bertambah saldo-nya di M-Dinar Account-nya – pembeli tersebut memiliki akses penuh dan dapat memanfaatkan Dinar yang ada di accountnya; artinya Dinar sudah dapat diartikan di delivered.
Kalau ulama jaman tabiin saja sudah bisa merumuskan penafsiran yang aplicable sampai sekarang, maka ulama-ulama besar zaman ini harus bisa lebih akurat lagi merespon perkembangan perdagangan Islami nan modern – seperti yang dilakukan oleh Dr. Wahbah Al-Zuhayli tersebut; tidak ketinggalan teknologi dan tidak pula meninggalkan hukum syariah.
Setelah uraian yang panjang ini, sangat mungkin masih ada rasa penasaran bagi sebagian pembaca situs ini yang ingin mendalami lebih jauh tentang legal aspek dan perkembangan zaman/tekonologi ini. Ada dua buku yang saya sarankan di baca oleh peminat, pertama adalah Kitabnya Dr. Wahbah Al-Zuhayli yang berjudul Al-Fiqh Al-Islmai wa- Adillatuh yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul Financial Transactions in Islamic Jurisprudence. ( Penerbit Dar Al-Fikr, Damascus , 2003)
Kitab ini cukup berat – namun sangat detil dalam mengkaji aqad-aqad finansial. Hampir seluruh produk GeraiDinar.Com baik itu produk i-Qirad, M-Dinar dan produk titipan – banyak menjadikan kitab tersebut sebagai rujukannya.
Buku kedua yang sudah aplikatif dan langsung terkait dengan e- business adalah buku yang ditulis oleh Hurriyah El-Islamy dengan judul "E-Business, An Islamic Perspective". (Penerbit A. S. Noordeen, Kuala Lumpur 2002).
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk semakin dekat ke jalanNya. Amin.
dinar islam, jual dinar, beli dinar, investasi emas, pengukur kemakmuran, awal manipulasi uang kertas, belajar emas, mitra dinar, pilihan investasi, ekonomi keluarga, arti kemakmuran, sharing dinar, tanya dinar, jawab dinar,